Kamis, 19 Agustus 2010

5000 Program Studi PTN/PTS belum Terakreditasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sebanyak lima ribu program studi perguruan tinggi swasta (PTS) atau perguruan tinggi negeri (PTN) yang belum terakreditasi. Demikian disampaikan Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal usai upacara kemerdekaan di kantornya, Selasa (17/8).
Oleh karena itu, pemerintah sudah meminta seluruh perguruan tinggi baik PTN dan PTS sejak 2005 lalu untuk mendaftarkan program studinya pada Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi untuk diakreditasi. Kewajiban akreditasi termaktub dalam Peraturan Pemerintah No 19/ 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
"Di dalam peraturan pemerintah selama tujuh tahun perguruan tinggi harus sudah terakreditasi semua," jelas Wamendiknas.
Oleh karena itu, Wamendiknas menyatakan, program studi yang belum terakreditasi tidak berhak mengeluarkan ijazah. Kemendiknas tidak bisa memaksa setiap universitas untuk mengakreditasi program studinya.
Akibatnya, diakui Wamendiknas, masih ada program studi yang belum terakreditasi dan sejumlah program studi yang sudah kadaluwarsa. Alasan keterlambatan akreditasi tersebut antara lain universitas merasa perlu menunggu dahulu, bahkan ada yang merasa tidak perlu.
Dengan masa akreditasi lima tahun, pemerintah berharap ada kepastian kualitas program studi dari setiap universitas. "Supaya bisa memastikan, kualitasnya sama, lebih baik, atau kurang baik dibanding sebelumnya, makanya perlu di akreditasi," jelasnya.
Pemerintah berjanji menuntaskan semua program studi yang belum terakreditasi maupun yang belum reakreditasi. "Diharapkan, sebelum 2012 nanti, sebelum penerimaan mahasiswa baru, sudah jelas akreditasi di tiap program studi di universitas," paparnya.
Akreditasi itu, kata Wamendiknas, mencapai empat ribu program studi. "Perhitungannya, kira-kira Rp 22 juta untuk akreditasi setiap program studi, kalau yang baru sudah diakreditasi, yang lama (reakreditasi) silakan masuk,'' cetusnya.
Kemendiknas hanya melihat Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi sebagai satu-satunya badan pengakreditasi. "Di UU memungkinkan ada Badan Akreditasi Nasional lain, tapi dalam konteks pemerintah, hanya melihat Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi," tegasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar